مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
“Raja / Penguasa hari pembalasan”
Allah yang Maha pengasih dan maha penyayang tersebut adalah juga penguasa hari pembalasan, Yang akan melakukan perhitungan-perhitungan terhadap amal hamba-hamba-Nya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa يَوْمِ الدِّيْنِ adalah hari pembalasan sebagaimana sebuah atsar yang diriwayatkan darinya:
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: يَوْمُ الدِّيْنِ يَوْمُ الْحِسَابِ لِلْخَلاَئِقِ, يَدِيْنُهُمْ بِأَعْمَالِهِمْ إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ. وَ إِنْ شَرًّا فَشَرٌّ إلاَّ مَنْ عَفَاعَنْهُ[1]
Dari ibnu Abbas beliau berkata: yaumuddin itu adalah hari perhitungan bagi seluruh makhluk, mereka akan dibalas berdasar amal mereka, bila baik maka baiklah hisabnya dan jika buruk maka buruklah hisabnya, kecuali Dia (Allah) mema’afkannya.
Pada hari pembalasan nanti Allah adalah raja yang menguasai semesta. Tiada lagi raja-raja dunia yang sekarang seolah-olah sangat berkuasa, ketika hari pembalasan diakhirat nanti tiba-tiba mereka tak memiliki kekuasaan apapun, bahkan mereka termasuk orang yang akan diadili sebagaimana sabda rasulullah SAW. dalam sebuah hadist.
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَقْبِضُ االلهُ الْأَرْضَ وَ يَطْوِي السَّمَاءَ بِيَمِيْنِهِ ثُمَّ يَقُولُ: أَنَا الْمَلِكُ, أَيْنَ مُلُوكُ الأَرْضِ؟ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ ؟ (رَوَاهُ الشَيْخَانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ)
Rasulullha SAW bersabda; Allah menggenggam bumi dan Ia menghamparkan langit dengan tangan kanannya. Kemudian Dia berfirman: Aku Adalah raja”, mana raja-raja bumi tersebut ? mana para raja yang sewenang-wenang itu ? Dan mana orang-orang yang menyombongkan diri tersebut? ( Diriwayatlkan oleh dua syaikh, Bukhori dan Muslim dari Abi Hurairah)
Setiap ummat manusia akan menghadapi suatu pembalasan yang amat menakutkan seperti tergambar dalam surat Abasa (80) ayat 33-37, yang berbunyi sebagai berikut:
فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ(33) يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ(34) وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ(35) وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ(36) لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ(37)
Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua)
Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya
Dari ibu dan bapaknya
Dari istri dan anak-anaknya
Setiap orang dari mereka pada hari itu
Mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya
(QS. Abasa, 80: 33-37)
Pada hari itu setiap orang sangat takut dengan hisabnya, dan mereka ingin hisab tersebut ditunda lebih lama agar mereka dapat beramal shaleh, tapi saat itu bukanlah saat untuk beramal, sebab mereka telah diberi kesempatan untuk beramal ketika di dunia dulu.dan mereka tidak mempergunakannya dengan baik, bahkan menyia-nyiakan kesempatan hidup yang diberikan oleh Allah.
Mengenai pertanggung jawaban pada hari pembalasan Prof. Dr. Quraisy Syihab[2] membaginya menjadi 2 macam pertanggung jawaban yaitu:
1. Pertanggung jawaban yang bersifat individual, dimana setiap orang mempertanggungjawabkan amalnya masiang-masing sebagaimana ayat yang berbunyi:
وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا (95)
Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (QS. Maryam (19): 95)
2. Pertanggung jawaban yang bersifat kolektif ( jama’i). Dimana setiap bangsa, ummat, atau kelompok mempertanggungjawabkan sejarah perjalanan bangsanya, kelompoknya dan bagaimana peran setiap individu dalam sejarah perjalanan bangsa tersebut. Hal tersebut tercantum dalam dalam surat Al Jatsiyah ayat 28 yang berbunyi:
وَتَرَى كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَى إِلَى كِتَابِهَا الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ(28)
Dan pada hari itu,
Kamu lihat tiap-tiap ummat berlutut.
Tiap-tiap ummat dipanggil
Untuk mempertanggung jawabkan buku catatan amalnya.
Pada hari itu
Kalian akan Di Balas Terhadap Apa-Apa Yang Kalian Kerjakan
(QS. Al Jatsiyah, 45:28)
Pada hari itu يَوْمِ الدِّيْنِ masing-masing ummat berkumpul untuk menyelesaikan urusan-urusan yang tak selesai di dunia ini, mungkin ada orang yang disakiti, dipenjarakan, atau dihinakan. Padahal sebenarnya dialah orang yang seharusnya diikuti oleh kaum tersebut karena selalu menyampaikan kebenaran dan menentang kedholiman yang merupakan misi utama ajaran Islam untuk mewujudkan rahmat bagi alam semesta. Mungkin ada orang yang karena struktur kemasyrakatan menjadi sangat kaya, sedangkan yang lainnya menjadi sangat miskin atau sebagian lainnya menjadi sangat bodoh dan lemah karena kekuasaan di masanya tidak berpihak kepada kemiskinan dan kefakiran.
Sedangkan makna ummat yang nantinya akan mendapat pengadilan dari Allah menurut Prof. Dr. Dawam Raharjo dalam buku ensiklopedi Al Qur’annya sangat luas sekali, dapat berupa suatu organisasi atau lembaga keagamaan/ kemasyarakatan dapat pula berupa sekelumpulan orang yang memiliki visi dan misi yang sama, atau bahkan suatu negara atau masyarakat yang terkumpul dalam suatu negara. Jika demikian maka dapat dikatakan setiap kelompok, organisasi, lembaga atau negara akan mempertanggungjawabkan segala perjalanan sejarah atau amal usaha yang telah dilakukannya di dunia dahulu.[3]
Menurut pandangan Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fi dzilalil Qur’an, ayat ini (مَالِكِ يَومِ الدِّيْنِ) adalah merupakan kepercayaan global (menyeluruh) terhadap hari akhirat, sebab الْمَالِك adalah puncak kekuatan tertinggi di hari pembalasan, percaya kepada hari kiamat adalah aqidah pokok yang bernilai tinggi dan berdampak positif dalam kehidupan. Beberapa hal positif yang dapat diambil pelajaran dan keyakinan terhadap adanya hisab pada hari akhir adalah:
1) Orang yang keyakinannya kuat terhadap hari pembalasan pasti akan selalu mengaitkan segala amal perbuatannya di dunia ini dengan suatu kehidupan abadi yang langgeng, hingga ia pasti akan berbuat yang terbaik di dunia ini karena balasan yang diharapkannya adalah balasan di akhirat kelak.
2) Orang yang percaya pada hari kiamat tidak akan kecewa terhadap balasan manusia di dunia ini, yang kadang-kadang kurang menghargai kebenaran dan kebajikan, bahkan seringkali kebenaran dan kebajikan dilecehkan dan dihinakan karena berbeda dengan kepentingan segelintir penguasa dholim.
3) Dengan kepercayaan pada hari kiamat membuat orang-orang yang beriman konsisten pada manhaj Allah yang mulia dan tidak mencari jalan-jalan atau tata cara hidup yang berbeda dengan yang dikehendaki Allah. Hanya Islamlah manhaj yang akan di tempuh dan diperjuangkan dalam hidup, walau tantangan yang dihadapinya dalam kehidupan dunia ini cukup besar dan berat, karena ia tahu itu hanya bersifat sementara dan sesaat, sedangkan kehidupan abadi yang menyenangkan akan menantinya jika ia berhasil melaksanakan misi ketuhanannya.[4] Sementara manusia yang lemah keyakinannya tidak akan konsisten dengan manhaj Islam dalam hidup dan perjuangannya karena kesadaran transendennya tidak membawanya kesana, tapi ia akan menghabiskan waktunya dengan segala sesuatu yang melalaikan yang tidak membawa manfa’at bagi kehidupan akhiratnya, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al Hadid (57) ayat 14 yang berbunyi:
يُنَادُونَهُمْ أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ قَالُوا بَلَى وَلٰكِنَّكُمْ فَتَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَارْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمْ الأَمَانِيُّ حَتَّى جَاءَ اَمْرُ اللهِ وَغَرَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُورْ (الْحَدِيْد : 14)
Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata:
"Bukankah dahulu kami bersama-sama dengan kalian?"
Mereka menjawab:
"Benar,
Tetapi kalian mencelakakan dirimu sendiri
Dan menunggu-nunggu (kehancuran kami) dan kalian ragu-ragu (terhadap agama)
Serta ditipu oleh angan-angan kosong
Hingga datanglah ketetapan Allah;
dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu.
(QS. Al Hadid :14)
4) Kepercayaan kepada hari pembalasan dapat membuat manusia menjadi produktif dengan kerja yang berkualitas karena tahu segala nikmat akan dihisab oleh Allah dengan hisab yang sebenar-benarnya sebagimana Umar bin Khattab pernah berkata:
حَاسِبُوا أَنْفَسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab”.
Demikianlah pengaruh keyakinana terhadap hari kiamat pada diri seseorang yang jika diapresiasikan selalu akan membawa dampak yang sangat positif bagi optimisme dan keteguhan pribadi seseorang, oleh sebab itu Rasulullah SAW. Bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ بَعْدَ الْمَوْتِ ( رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرمِيْذِي وَابْنُ مَاجَه)
Orang yang cerdas adalah orang yang mengisab dirinya dan berbuat untuk hari setelah kematiannya. (H.R. Imam Ahmad, turmudzi dan ibnu majah)
Karena itulah para sahabat sering menangis
2 komentar:
subhanallah tulisan yg sangat bagus (aa)
ma kasih ya semoga bermanfaat
Posting Komentar