Tafsir Ta'awwudz (1)

Sebelum kita mulai mempelajari ayat-ayat lain dari surat Al Fatihah ini, alangkah baiknya jika kita mulai dengan menngupas makna ta’awwudz (اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ ا لشَّيْطَانِ ا لرَّجِيْمِ) yang diperintahkan bagi kita untuk membacanya setiap akan mulai membaca Al Qur’an, karena kalimat ini walaupun sederhana namun memiliki pemahaman yang mendalam dan pengaruh yang besar untuk mengantarkan ummat Islam kepada kehidupan yang lebih baik dan kokoh.

A. Makna Mufrodat (Makna Bahasa) أَعُوْذُ بِاللهِ “Aku berlindung kepada Allah”
Kata أَعُوذُ diambil dari lafadz اَلْعَوْذُyang memiliki 2 makna yaitu: Bermakna memohon ketentraman dan bantuan pada rahmat Allah Ta’ala dan penjagaan-Nya. َاْلإِلْتِجَاءُ وَالْاِسْتِجَارَةُ أَي بِمَعْنَى اَلْتَجَأَ إِلَى رَحْمَةِ اللهِ تَعَالَى وَعِصْمَتِهِ Bermakna aku menggantungkan diriku pada karunia Allah dan Rahmat-Nya بِمَعْنَى اَلْتَصِقُ نَفْسِي بَفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ Dari makna bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kata-kata أَعُوذُ terkandung makna permohonan kepada Allah agar dengan rahmat dan penjagaan-Nya dapat terhindar dari gangguan syaithan dan ketika mengucapkan ta’awwudz berarti menggantungkan diri sepenuhnya kepada rahmat dan karunia Allah agar terhindar dari ganggauan syaithan. maka berlindunglah kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An Nahl( 16): 98 ) 


B. Perintah Ta’awwudz Dalam Al Qur’an 
Banyak ditemui ayat-ayat yang memerintahkan untuk membaca ta’awwudz diantaranya adalah sebagai berikut:

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(200) 

“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaithan maka berlindunglah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”. (QS. Al A’Raaf (7):200)

وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ(97) 

“Dan katakanlah : “Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan” (S. Al-Mu’minun (23): 97)

وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ(98) 

“Dan aku berlindung pula kepada Engkau dari kedatangan mereka kepadaku” (Al-Mu’minun (23) : 98)

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ(98) 

“Apabila kamu hendak membaca Al Qur’an, maka berlindunglah kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An Nahl( 16): 98 ) Khusus mengenai surat An-Nahl ayat 98 para ahli qiro’ah berbeda pendapat karena melihat lahiriah dari perintah ta’awwudz tersebut :
a. Madzab pertama yang dianut oleh sebagian ahli qiro’ah berpendapat bahwa membaca ta’awudz itu setelah membaca Al Qur’an karena mereka berpegang pada lahirnya ayat yang berbunyi فَإِذَا قَرَأْتَ (apabila telah selesai membaca ;fi’il madhi atau kata kerja lampau).
b. Masdzab kedua yang merupakan pendapat jumhur ulama mengatakan bahwa istiadzah itu sebelum tilawah untuk menghindari waswasah ketika membaca Al-quran. Dengan demikian فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ adalah fi’il madhi yang bermakna fi’il mudhori’ atau kata kerja lampau yang bermakna kata kerja sedang atau akan berlaku. Jalaludin Rahmat dalam bukunya Tafsir Al-Fatihah[1] berusaha mengemukakan beberapa alasan perintah ta’awwudz ketika hendak membaca Al-quran diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Al-Quran adalah obat untuk penyakit hati. Ta’awwudz berfungsi untuk menghilangkan apa yang dimasukkan syaithan kedalam hati berupa keraguan, dorongan nafsu dan kemauan-kemauan buruk, sebagaimana hadits Rasul.


إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّي خَشِيْتُ أَنْ يقْذفَ فِي قُلُوبِكُمْ شَيْئًا أَوْقَالَ شَرًّا (أَخْرَجَهُ الشَّيْطَانُ) 

“Sesungguhnya syaithan berjalan pada anak Adam pada urat-urat darah dan aku takut dia akan memasukkan sesuatu yang buruk kedalam hatimu.” (HR. Bukhori Muslim)

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الشَّيْطَانَ وَاضِعٌ بَطْنَهُ عَلَى قَلْبِ ابْنِ آدَمَ فَإِذَا ذَكَرَ اللهَ خَنَسَ وَإِنْ نَسِيَ اِلْتَقَمَ قَلْبَهُ فَلِذلِكَ الْوَسْوَاسُ الْخَنَّاسُ (أَخْرَجَهُ الحَافِظ المَوصلِي) 

”Bersabda Rosulullah SAW. “Sesungguhnya syaithan meletakkan perutnya pada hati anak Adam, apabila ia ingat kepada Allah, maka ia (syaithan) bersembunyi dan jika ia lupa, maka syaithan melahap hatinya, itulah waswasul khannas.”( dikeluarkan oleh Al Hafidz Al Maushuliy) ( Meriwayatkannya Al-Hafidz Al musholli ).
2. Al-Quran adalah sumber petunjuk, ilmu dan kebaikan didalam hati. Al Qur’an adalah ibarat air yang menumbuhkan tetanaman, syaithan adalah api yang membakar tanaman. Setiap kali syaithan melihat tumbuhnya kebaikan dalam hati maka ia berusaha merusaknya.
3 . Para malaikat suka mendekati pembaca Al Qur’an dan mendengarkan bacaannya. Syaithan adalah lawannya, Allah memerintahkan pembaca Al Qur’an untuk menjauhkan musuh-musuh-Nya dan menghadirkan para malaikat.
4. Syaithan berusaha agar pembaca Al Qur’an tidak mentadabburinya, memahaminya dan mengetahui maksud Al Qur’an, syaithan berusaha keras menghalangi hatinya dari tujuan Al Qur’an.
5. Seorang qori’ sedang bermunajat kepada Allah dengan firman-Nya dan Allah senang mendengar suaranya, itulah sebabnya Allah memerintahkan untuk beristi’adzah ketika hendak berhadapan dengan Allah.
6. Karena syaithanlah kadang-kadang pembaca Al Qur’an keliru, atau bacaannya rancu, lidahnya terpeleset atau otak dan hatinya kacau sehingga kadang-kadang memutar balikkan pemahaman Al-Qur’an.
7. Ketika manusia sedang memperhatikan kebaikan atau sedang melakukannya, syaithan sangat ingin memutarkan perhatian itu, semakin bermanfaat dan semakin dicintai perbuatan hamba tersebut, semakin besar gangguan syaithan kepadanya. Membaca isti’adzah sebelum qira’at adalah pemberitahuan bahwa yang akan dibacanya adalah Al-Qur’an, karena isti’adzah tidak pernah dibaca sebelum membaca apapun selain Al Qur’an, jika pendengar membaca isti’adzah ia bersiap-siap untuk mendengarkan firman Allah SWT. اَلشَّيْطَانُ اَلشَّيْطَانُ : مُشْتَقٌّ مَنْ "شَطَنَ " وَهُوَ اَلْبُعْدُ فَهُوَ بَعِيْدٌ بِفَسْقِهِ عَنْ كُلِّ خَيْرٍ Kata- kata اَلشَّيْطَانُ diambil dari kata الشَطَنَ yang berarti “ jauh”, berarti karena kefasikannya ia sangat jauh dari setiap kebaikan. اَلرَّجِيْمُ : فَعِيْلٌ بِمَعْنَى مَفْعُولٌ أَيْ أَنَّهُ مَرْجُومٌ مَطْرُودٌ عَنِ الْخَيْرِ Lafadz اَلرَّجِيْمُ dalam kalimat اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ ا لشَّيْطَانِ ا لرَّجِيْمِ adalah isim fail yang bermakna isim maf’ul yang mengandung arti dia terlempar dan terusir dari kebaikan. Dari makna secara bahasa ini dapat kita fahami bahwa syaithan adalah ,makhluk yang sangat jauh dari setiap kebaikan dan selalu mengganggu manusia walaupun ia sedang akan beribadah kepada Allah dengan membaca Al Qur’an. Hingga mengucapkan ta’awwudz ketika hendak membaca Al Qur’an adalah diperintahkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya surat An Nahl ayat 98 yang berbunyi:

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ(98) 
“Apabila kamu hendak membaca Al Qur’an. (Dra. Nur ‘Ainy Al-Mascatty)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India